Bicara soal pendidikan Shalat anak..


Hmm… apa mau dikata? saya juga belum mengerti tentang pembahasan kali ini (maklumlah belum berpengalaman). Tapi karena terbawa arus pembicaraan, akhirnya saya malah  jadi ikutan membicarakan hal seperti ini. Di tengah-tengah obrolan ringan di sela waktu belajar bersama untuk persiapan UTS. Tiba-tiba saja (saya lupa awal mula pembicaraan ini) kami membicarakan tentang anak-anak yang suka main di masjid saat orang tuanya shalat berjama’ah. Eh..jadi inget nih awal mula pembicaraan ini.. begini, awalnya kami bicara mengenai kenapa sih yang shalat jum’at di Indonesia itu cuma laki-laki?? (Kebetulan saat itu waktu belajar kami bertepatan dengan waktu shalat jum’at). Padahal ibu saya pernah bercerita kalau di Arab itu wanita-wanitanya itu juga ikut shalat jum’at. Bahkan sambil membawa anak-anak mereka. Dan yang mengharukan adalah ketika sang ibu  menggendong bayinya yang menangis di tengah-tengah shalatnya. Beda di Arab beda di Indonesia.

Untuk beberapa ibu di Indonesia, shalat berjamaah (apalagi kalau tarawih) merupakan moment yang paling pas dan peluang emas dalam mengenalkan anak dengan shalat.Untuk saya dan keluarga, shalat tarawih menjadi sarana kumpul, jarang-jarang kami sekeluarga kumpul jalan bareng menuju masjid kalo momentnya bukan ramadhan dan shalat ied. Nah, sampai di pembahasan inilah teman-teman saya mulai cerita tentang alangkah gemesnya mereka melihat tingkah laku anak-anak yang ikut ke masjid bersama orang tuanya. Yap, teman-teman saya berasal dari daerah yang berbeda, dan tentunya mereka juga memiliki cerita yang berbeda tentang anak-anak yang biasa ikut shalat di masjid. Memang sih, dari semua cerita yang saya dengar, saya melihat kekesalan dari wajah mereka. Bahkan ada teman saya yang bilang kalau di daerahnya itu anak-anak yang berisik di masjid sampai dipukuli oleh orang tuanya. Nah loo..kalau begini bagaimana coba??

Di daerah rumah saya juga cenderung seperti itu, tapi tidak sampai terjadi kekerasan. Paling parah dimarahi sama penjaga masjid atau orang tua yang ada di situ. Sebenarnya niat para ibu membawa anaknya ke masjid kan juga baik. Apalagi rata-rata usia anak yang dibawa itu sekitar 3-6 tahun. Wah..lagi “golden age” dong. Pasti! Ketika si iman baca al-fatihah aja.. dia akan sangat mudah mengikuti. Meski  teks tidak sempurna, tapi nadanya bisa lah mengikuti pak Imam. Mengingat masa ‘golden age’ itu pula, maka saya rasa penting juga membawa ‘konco-konco’ ikut tarawih di masjid.

Namun siapa sangka.. biasanya ketika sampai di masjid, ternyata anak-anak itu bertemu dengan temannya juga yang ikut berbaju kokoh lengkap dengan peci dan juga bermukena. Seperti ada reunian anak muda, mereka histeris setengah mati  ketika bertemu. Maka adegan selanjutnya adalah..  kerja-kejaran pun terjadilah sudah. Biasanya para ibu selaku  oknum yang membawa konco-konco tersebut jadi merasa tak enak sama jama’ah, dan berkali-kali memperingati anaknya yang juga belum mengerti meski ibunya sudah marah-marah  sampai berurat. Bahkan, tak lupa ibu anak itu minta maaf sama jama’ah ibu-ibu yang terganggu. Kalau sudah begini biasanya harus ada yang mengalah. Antara membawa pulang si Anak atau shalat bergantian dengan ibu yang lain.

Sebenarnya kapan sih harus mulai mendidik anak shalat?

Kapan ya..? sedini mungkin sih pastinya. Saya pernah dengar Ada yang mulai mendidik anaknya sholat ketika bayi. Jadi.. kalau subuh si bayi dibangunin : “ade.. bangun..sudah subuh”. Katanya membiasakan si anak agar terbiasa bangun subuh. Pernah lagi ngobrol sama ibu-ibu, mereka membiasakan mendidik anaknya sholat juga sedini mungkin. Kalo mamanya sholat.. ya diajak. Dan mulai mendidik anak sholat di masjid ketika anaknya sudah tidak ngompol lagi. “kalo anak-anak sudah tidak  ngompol lagi, bapaknya selalu mengajak sholat di masjid lima waktu” ujar bu Wiwi, ibu yang anak2nya pada hafal qur’an itu loh 🙂

Kalo kata seorang ustadz, pendidikan anak itu idealnya memang dimulai pada usia 7 tahun. “terlalu cepat juga ga baik. Seperti tanaman yang dipaksa dengan pupuk, nantinya malah rusak” katanya.  Sebagaimana Rasulullah juga mengatakan dalam haditsnya, jika usia anak sudah 7 tahun, maka boleh memukulnya kalo gak sholat. Hadits tersebut tentunya bermakna luas, selain dalam pendidikan sholat, juga dalam pendidikan lainnya seperti kedisiplinan, sopan santun, juga membaca Al-Qur’an.

Namun seorang anak tidaklah ‘ucluk-ucluk’ mau belajar gitu aja.  Maka  ada yang namanya menanamkan “positive feeling” pada anak. Yaitu bagaimana menanamkan kecintaan akan hal tersebut pada diri si anak. Dan itu bisa dimulai kapan saja. Sebagaimana yang telah dilakukan para ibu-ibu diatas yang menanamkan positive feeling  tentang sholat kepada anak. Mulai dari membangunkan di waktu subuh, membelikan baju kokoh baru, mengajak anak ke masjid, dsb.

Nah, sepertinya ibu saya sendiri mengikuti aliran yang kedua nih. Wah.. didikan orang tua saya memang cukup keras kalau soal shalat. Biasanya kalau kami (saya, kakak dan adik) tidak shalat pasti langsung kena cubit atau pukul. Nah cubitan atau pukulan itu biasanya disesuaikan dengan rakaat shalat yang ditinggalkan. (mantep banget kalau sudah kelupaan shalat dzuhur, ashar atau isya..fiuuuh)

Awalnya sih memang shalat karena takut dipukul. Tapi setelah semakin kami beranjak dewasa kami malah sudah terbiasa untuk shalat dan semakin mengerti apa pentingnya shalat. Karena ibu selalu bisa memberikan alasan yang baik ketika kami bertanya kenapa kita harus shalat?

Trus, bagaimana jika pada akhirnya si anak malah mengganggu sholat?

Memang ini yang menjadi dilemma banget bagi orang tua. Sekedar info looh, saya pernah marahan sama masjid ketika SD, gara-gara penjaga masjidnya super galak. Marah-marah terus. Dan nuduh kami yang nggak-nggak. Maka sejak saat itu saya dan kawan-kawan malas sholat di masjid.

Namun disisi lain, bagi sebagian orang kehadiran anak itu sangat menganggu kekhusyu’an jama’ah sholat. Ramadhan kemarin ini akhirnya saya melihat banyak sikap yang diambbil oleh para orang tua. Ada yang mengeluarkan buku gambar dan pinsil warna, agar si anak anteng dan tidak lari-larian, ada ibu yang ngeluarin mainan  bongkar pasang di buka di sajadah, ada yang member kue ke si anak, ada juga yang akhirnya benar-benar pulang karena melihat si anak ternyata sangat menganggu. Dan banyak pula yang akhirnya seperti malah duduk dulu tidak sholat dan gentian jagain bocah. Hehee..

Memang repot sih.. ya resiko. Namanya juga anak-anak.  Butuh pelan-pelan dan ekstra sabar untuk bisa menahan mereka bertahan untuk stand by di sajadah. Apalagi ada anak tetangga saya yang hiperaktif,, belum ada semenit udah ngeluyur lagi kemana. (duh)

Satu  hal, saya menghargai jerih payah para ibu yang sedang mendidik anaknya untuk bersahabat dengan “sholat dan masjid” (empat jempol for mom ;). Luar biasa kesabaran dan mau repot-repot  kaya gitu!

*Oia jadi inget.. salah satu dari tujuh golongan yang dijamin surga : yaitu pemuda yang menghidupkan masjid kan..??

6 Tanggapan to “Bicara soal pendidikan Shalat anak..”

  1. syuaa Says:

    Bingung, ternyata punya anak itu tidak selucu yang dibayangkan juga ya…Unfortunately banyak juga orang yang kenal mesjid karena memang ingin kenalan, bukan ‘dikenalakn’ ama orang tua mereka. i’m one of them.

    oh ia, teh bila, mang anaknya dah brapa banyak? 😛

  2. Biru Laut Says:

    hahaaa…kalau ga mau repot ga usah punya anak ajaa….
    wah..alhamdulillah kalau gitu mah syuaa.. keren dong punya keinginan sendiri kenalan sama masjid..
    tanggapan untuk pernyataan terakhir…
    Jiaaaaahhh…sapa yang punya anaaak???? dah jelas2 d tulis d kalimat awal “belum berpengalaman”. 😛

  3. bunda cherryl Says:

    assalammualaikum…..
    menarik…………….mut.
    aku sedang berada dalam masa2 itu……..hehe.
    apa yg dijabarkan imut diatas tepat sekali..tidak mudah membuat anak tak beranjak dari sajadahnya…hehhe.
    apalagi anakku terkenal gak bisa diam..hahhahaa.

    makanya waktu terpilih ikut lomba sholat mewakili sekolahnya…cuma bisa tertawa…anak kurang dari 4 tahun..apa bisa ya ikut lomba shalat??? apalagi untuk anak “sepecicilan” cherryl………:P

    tapi memang teori ndak semudah praktek imut…kalo terlalu keras mendidiknya dalam hal ini..aku takut ia akan menganggap salat sebagai “RITUAL” yg harus dikerjakan,agar tak kena marah ayah dan bundanya…tanpa pemaknaan sama kali didalamnya……
    tapi kalo terlalu lembek…aku juga takut nantinya ia akan menyepelekannya.menjadikannya hanya sekedar menggugurkan kewajiban..bukan suatu kebutuhan….
    imut punya saran…untuk hal ini??
    so..thanx imut..memberikanku suatu pandangan baru dalam hal ini.
    semangat menulis terus ya……..lanjutkan..!!!

  4. bunda cherryl Says:

    ralat…tulisan diatas…
    tapi memang teori ndak semudah praktek imut
    seharusnya
    tapi memang praktek ndak semudah teori….
    ups..kebalik..sorry..hehhehe.:P

  5. Biru Laut Says:

    subhanALLAH mba dwee… semoga Allah memudahkan dan memberikan kesabaran.. serta menjadikan cherryl anak yg sholehah…amiiin
    two thumbs up buat kerja keras para ibu!


Tinggalkan komentar